Senin, 11 April 2016

PERANAN GURU SEBAGAI PEMBIMBING DALAM PEMBELAJARAN



Guru adalah komponen yang penting dalam pendidikan, yakni orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, dan bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi Nusa dan Bangsa di masa yang akan datang
Guru yang baik adalah guru yang memiliki karaktreristikkepribadian. Dalam artisederhana, kepribadian ini bersifat hakikiindividu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yangmembedakan dirinya dengan yang lain. McLeod (1989) mengartikankepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini,kata lain yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalahkarakter dan identitas.
Tanggung jawab guru adalah membantu peserta didik (siswa) agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Potensi pesrta didik yang harus dikembangkan bukan hanya menyangkut masalah kecerdasan dan keterampilan, melainkan menyangkut seluruh aspek kepribadian. Sehubungan dengan hal tersebut, guru tidak hanya dituntut untuk memiliki pemahaman atau kemampuan dalam bidang belajar dan pembelajaran tetapi juga dalam bidang bimbingan dan konseling. Dengan memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling, guru diharapkan mampu berfungsi sebagai fasilitator perkembangan peserta didik, baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun mental spiritual
Peranan guru yang begitu besar dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, guru mengemban peranan – peranan sebagai ukuran kognitif , sebagai agen moral , innovator dan kooperatif.[1]
Dalam proses pengajaran di sekolah ( kelas ), peranan guru lebih spesifik sifatnya dalam pengertian sempit, yakni dalam hubungan proses belajar mengajar. Peranan guru adalah dalam pengorganisasian lingkungan belajar dan fasilitator belajar. Peranan guru dalam pengorganisasian lingkungan belajar meliputi peranan – peranan yang lebih spesifik, yakni :
1)    Guru sebagai model
Guru berusaha memberikan bimbingan menciptakan iklim kelas yang menyenangkan dan menggairahkan siswa untuk belajar, menyediakan kesempatan bagi anak telibat dalam perencanaan bersama dengan guru memungkinkan secara direktif.
2)    Guru sebagai perencana
Guru berkewajiban mengembanagkan tujuan – tujuan pendidikan menjadi rencana – rencana yang operasional. Tujuan – tujuan umum harus diterjemahkan menjadi tujuan – tujuan secara spesifik dan operasional. Dalam perencanaan ini, siswa harus dilibatkan sehingga menjamin relevansinya dengan perkembangan, kebutuhan dan tingkat pengalaman mereka. 
3)    Guru sebagai peramal
Dalam menjalankan peranan ini, seharusnya guru mampu melaksanakan dan mempergunakan tes – tes yang telah dibakukan, melaksanakan tes formatif, sumatif serta memperkirakan perkembangan anak didiknya.
4)     Guru sebagai pemimpin
Guru adalan pemimpin dalam kelasnya sekaligus sebagai anggota kelompok –kelompok dari siswa. Banyak tugas yang sifatnya manajerial yang harus dilakukan oleh guru, seperti memelihara ketertiban kelas, mengatur ruangan, bertindak sebagai pengurus rumah tangga kelas, menyusun laporan bagi pihak yang memerlukannya.
5)    Guru sebagai petunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah pusat – pusat belajar
Guru berkewajiban menyediakan berbagai sumber yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman yang banyak. Lingkungan sumber itu perlu ditunjukkan kepada siswa kendati pada hakikatnya siswa sendiri yang berusaha menemukannya. Tentu saja, sumber –sumber yang ditunjukkan itu adalah sumber – sumber yang cocok untuk membantu proses belajar mereka.
Peranan guru sebagai fasilitator belajar bertitik tolak dari tujuan – tujuan yang hendak dicapai. Implikasinya terjadi pada tugas dan tanggung jawab bahwa:
§   Guru sebagai pemimpin dalam proses kelompok
§   Memberikan bimbingan dan pelayanan kepada siswa
Dalam rangka mempermudah dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar, sudah tentu banyak masalah dan current issues yang dihadapi oleh siswa, baik dalm segi belajar maupun dalam segi pribadi. Bimbingan yang diberikan oleh guru adalah pemberian fasilitas belajar bagi siswa sebab melalui bimbingan itu, guru dapat mendorong dan membantu siswa mengatasi kesulitannya dan sekaligus memberi jalan yang seharusnya ditempuh oleh siswa agar berhasil
§   Model peranan
Guru senantiasa perlu menempuh kerja sama dengan siswa – siswanya. Para siswa berkecenderungan meniru tingkah laku guru dan orang tua atau dewasa lainnya, kendati kita tidak tau persiapan dan bagaiman peniruan itu dilakukan. Karena itu guru senantiasa harus waspada dan menyadari perlunnya penguasaan model – model berbagai peranan orang dewasa. Melalui bermain peranan dalam kelas dan pengalamn kelompok, siswa dilatih ketrampilannya dalam memainkan peranan – peranan tertentu


[1] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm.185-192

Jumat, 08 April 2016

pendidikan ilmu perbandingan agama



ilmu Perbandingan agama
Agama hadir dengan berbagai wajah menjadikan seseorang lebih peka dalam menghadapi ancaman-ancaman yang datang untuk menggoyahkan kepercayaan yang telah diyakini. Pada hakikatnya,agama merupakan sebuah totalitas keyakinan, maka sudah barang tentu sangat besar pengaruhnya terhadap ajaran yang dianut setiap orang. Sehingga tak jarang jika banyak yang ingin menjatuhkan sebuah agama dengan memakai 'topeng' kebaikan yang sangat besar pengaruhnya terhadap keutuhan dari sebuah agama tersebut.
Dewasa ini,munculnya persaingan agama telah menjadi hal yang kerap kali terjadi.dalam lingkup lembaga sekolah, ketika memasuki sekolah yang notabenenya 'umum', maka banyak didapati hiterogen agama didalamnya. Islam, kristen, hindu, budha maupun katolik membawa pokok-pokok dasar agama yang diyakini seringkali menyalah gunakan ajaranya untuk mengelabuhi agama lainnya. sehingga sebagai calon pendidik yang eksistensinya luas, maka hal semacam itu perlu dikritisi.
Ilmu perbandingan agama yang merupakan kajian yang membahas tentang keseluruhan agama, baik meliputi sistem keyakinan, peribadatan dan kelembagaan inilah merupakan gerbang untuk menyikapi hal-hal yang dikhawatirkan.akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa ketika berbicara mengenai persamaan dalam beragama,maka agama islam mempunyai batas-batas tersendiri. Sebagai mana sikap toleransi beragama, ketika disuatu lembaga menerapkan sikap saling toleransi antar umat beragama, maka sikap kita sebagai pendidik harus menelaah terlebih dahulu batas-batas yang diperbolehkan agama islam.

1.     Ilmu perbandingan Agama Perlu Kita Pelajari
Berangkat dari definisi, tujuan dan system perbandingan Agama
a. Definisi Perbandingan Agama
          Ilmu perbandingan agama adalah ilmu yang mempelajari tentang agama, sistem keyakinan, pribadatan, dan kelembagaan agama secara ilmiah dengan pendekatan holistik (secara menyeluruh, beragam). Mukti Ali  berpendapat bahawa ilmu perbandingan agama adalah  salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan (agama) dalam hubungan dengan agama lain. Pemahaman ini mencakup persamaan dan perbedaannya. Selanjutnya dengan pembahasan tersebut, struktur yang asasi dari pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan di pelajari dan dinilai.[1]
Perbandingan Agama yang dimaksud disini yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang beusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain. Pemahaman ini meliputi persamaan, juga perbedaan. Dari pemahaman yang sedemikian itu struktur yang asasi dari pengalaman keagamaan dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan orang itu akan dipelajari dan dinilai[2].
Ilmu Perbandingan Agama akan menguraikan tentang berbagai cara yang dipergunakan orang untuk mencukupi keperluannya akan agama itu dan berbagai cara yang digunakan untuk menunaikan keharusan-keharusan sesuai dengan kodratnya manusia. Perbandingan agama itu sendiri tidak akan menilai akan cara-cara yang dipergunakan itu betul atau salah.
Sehingga dapat dipahami bahwa Ilmu Perbandingan Agama tidak hanya membanding-bandingkan agama saja, tetapi juga melakukan kajian historis, fenomenologis, atau secara umum melakukan kajian yang bersifat ilmiah atau scientific. Hal itu akan semakin jelas setelah dibahas mengenai metode-metode yang digunakan dalam Ilmu Perbandingan Agama.
b. Tujuan Ilmu Perbandingan Agama
Agama merupakan concern manusia sebagai totalitas, tentulah agama itu sangat besar peran nya termasuk mempengaruhi sikap pemeluk agama dalam bersikap menghadapi apa saja di sekitar nya serta menghadapi nasipnya sendiri. Oleh karena itu tidak lah salah kalu di kata kan bahwa di antara fungsi agama itu justru memberikan integritas masyarakat atau pun kejiwaan.
  Tujuan lain dari  ilmu perbandingan agama diantaranya :
a)  menentukan apa yang esensi dari agama, seperti yang dikata kan oleh Fenomenologi  benyamin constant di prancis dan Cristoph meiner di jerman, diantara nya di temukan  bahwa agama-agama itu banyak persamaan nya
b)  ilmu perbandinngan agama adalah menjadi  asal usul agama, the origin dari agama. Asal-usul agama yang di peroleh kan atau yang di cari adalah apakah sebenar nya sal usul agama itu..
 Lebih jauh dapat di jelaskan tujuan ilmu perbandingan agama adalah mengetahui isi ajaran agama yang sesuai dengan pemahaman dan penghayatan pemeluk-pemeluknya.
c. Sistem Ilmu Perbandingan Agama
Sistem ini meliputi [3] :
a)     Politeisme, Sistem politeistik: Polytheisme (kepercayaan banyak tuhan) diperkirakan berasal dengan Hindu di sekitar 2500 SM. Keyakinan Hindu dicatat dalam Bhagavad Gita, yang mengungkapkan bahwa banyak dewa tunduk pada dewa Brahman tertinggi. Politeisme juga agama dari banyak kebudayaan kuno lainnya, termasuk Asyur, Babilonia, Mesir, Yunani dan Roma. Sistem kepercayaan kuno politeistik dewa dipandang sebagai mengendalikan segala peristiwa alam seperti curah hujan, panen dan kesuburan.
b)    Panteisme, Sistem panteistik: Panteisme (sebuah keyakinan bahwa semua adalah Tuhan) berlaku di banyak budaya kuno. Kepercayaan bahwa alam semesta itu sendiri ilahi dilambangkan dalam kepercayaan Animisme dari budaya India Afrika dan Amerika, agama kemudian Mesir di bawah Pharoahs, dan Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme dalam budaya Timur Jauh. Kepercayaan panteistik juga menemukan kebangkitan di antara berbagai gerakan New Age. Umumnya, panteisme adalah prinsip bahwa Tuhan adalah segalanya, dan semuanya adalah dewa.
c)     Monoteisme, Sistem monoteistik yaitu Tauhid (keyakinan pada satu Tuhan) adalah dasar dari garis Yahudi-Kristen-Islam agama, yang dimulai dengan seorang pria bernama Abraham di sekitar 2000 SM. Dari titik ini dalam sejarah, Tuhan mulai menyatakan diri-Nya kepada dunia melalui bangsa Israel. Kitab Suci Yahudi catatan perjalanan orang Israel dari budak di Mesir ke "tanah perjanjian" di Kanan di bawah kepemimpinan Musa. Selama jangka waktu sekitar 1500 tahun, Allah mengungkapkan apa yang menjadi Perjanjian Lama dari Alkitab. Selama periode Kekaisaran Romawi, Yesus Kristus dilahirkan di Betlehem. Setelah kenaikan Kristus ke surga, gereja Kristen tumbuh dalam nama-Nya dan Perjanjian Baru ditulis. Sekitar 600 tahun kemudian, Muhammad mulai berkhotbah di Mekah. Muhammad percaya bahwa ia adalah nabi akan Allah, dan ajaran-ajarannya menjadi ajaran Islam seperti yang tercatat dalam Al Qur'an.


2.      Metode serta Pokok-pokok ajaran dalam perbandingan Agama
Ada beberapa metode yang digunakan dalam Ilmu Perbandingan Agama. Metode-metode tersebut ialah:
1). Metode Historis
Agama yang dikaji dalam metode ini bukan hanya agama secara keseluruhan, tetapi juga dapat dikaji aliran-aliran tertentu dari suatu agama maupun tokoh-tokoh tertentu dari suatu agama dalam periode tertentu dalam sejarah. Dalam metode ini agama dikaji dari segi atau aspek periodesasi dan saling pengaruh antara agama yang satu dengan agama lainnya. Di sini dikaji asal-usul dan pertumbuhan pemikiran dan lembaga-lembaga agama melalui periode-periode perkembangan sejarah tertentu, serta memahami peranan kekuatan-kekuatan yang diperlihatkan oleh agama dalam periode tersebut.
Bahan dalam kajian in biasanya mempergunakan bahan primer dan sekunder, baik yang bersifat literer (filologis) atau non-literer (arkeologis)[4]
Bila gejala keagamaan terjadi dimasa lampau dan peneliti berminat mengetahuinya, maka peneliti dapat melakukan penelitian sejarah yakni melakukan rekonstruksi terhadap fenomena masa lampau baik gejala keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial, ekonomi dan budaya
2). Metode Sosiologis
Dalam metode ini dikaji problem-problem agama dan masyarakat dalam hubungannya satu sama lainnya. Banyak yang dapat dikaji dalam metode ini. Misalnya pengaruh kehidupan masyarakat dan perubahan-perubahannya terhadap pengalaman agama dan organisasi-organisasinya; pengaruh masyarakat terhadap ajaran-ajaran agama, praktek-praktek agama, golongan-golongan agama, jenis-jenis kepemimpinan agama; pengaruh agama terhadap perubahan-perubahan sosial, struktur-struktur sosial, pemenuhan atau fustrasi kebutuhan kepribadian; pengaruh timbale balik antara masyarakat dengan struktur intern persekutuan agama (segi keluar-masuknya jadi anggota, segi kepemimpinannya, toleransinya, kharismanya); pengaruh gejala-gejala kemasyarakatan (mekanisasi, industrialisasi, urbanisasi, dan sebagainya) terhadap agama; pengaruh agama terhadap etik, hukum, negara, politik, ekonomi, hubungan-hubungan sosial.
Beberapa contoh dari metode sosiologis ini misalnya: kajian Emile Durkheim mengenai hubungan totem dengan masyarakat. Menurut Emile Durkheim bentuk dan macam totem tergantung pada bentuk masyarakat. Dalam kajian lainnya ia menghubungkan antara gejala bunuh diri dengan Katolik dan Protestan. Menurutnya gejala bunuh diri di kalangan Katolik lebih sedikit dibandingkan di kalangan Protestan. Hal itu terjadi karena masyarakat di kalangan Katolik lebih banyak tergantung pada tradisi, sehingga problem-problem yang menimpa anggota-anggotanya dapat diselesaikan melalui tradisinya. Sedang di kalangan Protestan lebih bersifat individual, sehingga problem-problem yang menimpa anggota-anggotanya terpaksa dipecahkan secara individual.[5]
c.    Metode Psikologis
Psikologi agama adalah studi mengenai aspek psikologis dari perilaku beragama, baik sebagai individu (aspek individuo-psikologis) maupun secara berkelompok/anggota-anggota dari suatu kelompok (aspek sosio-psikologis). Aspek psikologis dari perilaku beragama berupa pengalaman religius, seperti:
1)   Ketika seseorang berada dalam puncak spiritual, seperti Mi’rajnya Nabi menghadap sang Kholiq, atau ketika seseorang Muslim khusyu’ dalam sholatnya, atau orang kristiani dalam doa dan nyanyian.
2)   Ketika seseorang menerima wahyu/ ilham/ mendengarkan suara hati, ketika berkomunikasi dengan sang  Kholiq, yang ilahi dan supranatural.
Dalam metode ini dikaji aspek batin dari pengalaman agama individu maupun kelompok.  Di dalam metode ini dikaji interrelasi dan interaksi antara agama dengan jiwa manusia. Kajian psikologis ini meliputi masalah penyataan (wahyu), iman, pertobatan, suara hati, keinsafan dosa, perasaan bersalah, pengakuan dosa, pengampunan, kekhawatiran, kebimbangan, penyerahan diri, dan sebagainya.  
Beberapa contoh dari penggunaan metode psikologis misalnya: kajian agama yang dilakukan Sigmund Freud menyimpulkan bahwa agama harus dipandang sebagai suatu gejala dari tahun-tahun masa kecil yang hidup terus dalam kedewasaan.
4).   Metode Antropologis
Sosiologi dalam sejarahnya digunakan untuk mengkaji masyarakat modern, sementara antropologi mengkhususkan diri terhadap masyarakat primitif. Antropologi sosial agama berkaitan dengan soal-soal upacara, kepercayaan tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum mengenal tulisan yang menunjuk pada apa yang dianggap suci dan supranatural. Sekarang terdapat kecenderungan antropologi tidak hanya digunakan untuk meneliti masyarakat primitif, melainkan juga masyarakat yang komplek dan maju menganalisis simbolisme dalam agama dan mitos, serta mencoba mengembangkan metode baru yang lebih tepat untuk studi agama dan mitos. Antropologi agama memandang agama sebagai fenomena kultural dalam pengungkapannya yang beragam khususnya tentang kebiasaan, peribadatan dan kepercayaan dalam hubungan-hubungan sosial.
Metode ini memandang agama dari sudut pandang budaya manusia. Asal-usul dan perkembangan agama dikaitkan dengan budaya manusia. Biasanya metode ini berjalan sejajar dengan aliran-aliran yang ada dalam antropologi.[6]
e.    Metode Fenomenologis
Metode ini mengkaji agama dari segi esensinya. Dalam metode ini pengkaji agama berusaha mengenyampingkan hal-hal yang bersifat subyektif. Pengkaji agama berusaha mengkaji agama menurut apa yang difahami oleh pemeluknya sendiri, bukan menurut pengkaji agama..
Cara kerja metode ini adalah mengklasifikasi, menamai, membandingkan dan melukiskan gejala agama dan gejala-gejala agamani tersendiri dengan tidak memberikan penilaian tentang nilai, kenyataan dan kebenaran agama dan gejala-gejala agama tersendiri, tetapi menyerahkannya kepada filsafat agama dan teologi sistematis. Filsafat agama akan menilainya dalam terang akal-budi yang murni, sedang teologi sistematis akan menilainya dalam Penyataan Ilahi atau Wahyu.
f.      Metode Typologis
Metode ini mengkaji agama atau gejala-gejala agama dengan membuat tipe-tipe tertentu. Di sini gejala-gejala agama yang ruwet disusun dengan tipe-tipe ideal. Dalam metode ini disusunlah tipe-tipe mistik, teologi, peribadatan, kharisma agama, pemimpin agama, kekuatan agama, kelompok-kelompok agama, kejiwaan pemeluk agama.
g.    Komparatif
Dalam metode ini agama secara umum atau gejala-gejala agama (unsur-agama) diperbandingkan satu dengan lainnya. Ada beberapa cara dalam membandingkan ini yang dibandingkan adalah fungsi-fungsi unsur agama dalam konteks budaya.

3.     Pokok-pokok Ajaran Dalam Perbandingan Agama
Di dalam pokok-pokok ajaran dalam perbandingan agama antara lain :
1. Agama Islam, Menurut ajaran Islam pokok-pokok Agama terdiri dari 3 aspek yaitu :[7] Iman, islam, Ihsan.
2. Agama Kristen, yaitu pokok-pokok ajaran dasarnya meliputi “Syahadat 12”[8]
3. Agama Hindu, pokok-pokok dasar ajaran agama hindu meliputi :
-           Tentang korban dan sajian
-       Tentang roh umum yang bersifat universal
-       Tentang perihal karma
-       Manusia tidak terlepas dari kesengsaraan
-       Tentang kelepasan yaitu cara melepaskan diri dari kesengsaraan.[9]
4. Agama Budha
Pokok-pokok ajarannya meliputi, jangan berbuat jahat, tambahlah kebajikan, sucikan hati dan fikiran.
5. Agama Katolik
Pada dasarnya Yesus belum koprehensip meninggalkan ajaran-ajaran agama Islam, termasuk didalamnya masalah teologi. Itulah sebabnya pembahasan tentang teologi dalam agama Kristen terjadi perbedaan pendapat. Namun berdasarkan konsili ditetapkan bahwa teologi Kristen katolik adalah sebagaimana tercantum dalam kredo iman rasuli, yaitu tri tunggal yang terdiri dari Allah bapa, Allah Anak dan tuhan Ruh kudus.[10]



[1]A. Mukti Ali. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia.(Bandung, 1998). Hlm. 17-21.
[2] Ibid, hlm. 24.
[3] A. Mukti Ali, . Ilmu Perbandingan Agama Sebuah Pembahasan tentang Methodos dan Sistema, 1975, Yogyakarta,hlm. 5.

[4] Jongeneel, J.A.B. Pembimbing ke dalam Ilmu Agama dan Teologi Kristen Pembimbing Umum Pembimbing ke dalam Ilmu Agama,I. (Jakarta, 1978). Hlm. 51
[5]Hendropuspito. Sosiologi Agama. (Yogyakarta, 1986). Hlm. 85.
[6] Harsojo. Pengantar Antropologi, Jakarta. 1984, ,hlm. 221.
[7] Muhammad, Tiga Landasan Utama, 2007, Ebook Islam Hose.com
[8] Ufat ‘Azizus Samad, Islam dan Kristen,,PT Serambi Ilmu semesta, Jakarta,2000,hlm.40.
[9] Djam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama, Kurnia Kalam Semesta, Yogyakarta, 2008, hlm.51.
[10] Nico Syukur, Agama Kita Perspektif Agama-Agama Sebuah Pengantar, Lefsi, Yogyakarta, 2003, hlm. 8.